Website created in white label responsive website builder WebWave.

konsultan lean six sigma

Fear is Real. Let's Handle It Properly

11 August 2021

Dalam buku-buku dan seminar self-improvement, seringkali kita mendengar sang motivator menyerukan perkataan bahwa ketakutan yang kita alami itu sebenarnya hanya ada dalam pikiran kita, dan tidak nyata. Mereka secara cerdik membuat akronim FEAR = False Evidence Appearing Real (bukti palsu terlihat asli).

 

Dengan contoh-contoh yang kemudian biasanya diberikan oleh sang motivator, kita dapat memahami perspektif beliau, dan pernyataan ini memang dapat diterima. Akan tetapi, ada baiknya kita juga memperhatikan dari mana rasa takut itu berasal, dan menyikapi hal itu dengan lebih bijaksana.

 

Rasa takut adalah hasil fisiologis yang dikeluarkan oleh bagian otak yang disebut sebagai amygdala sebagai defense mechanism untuk mengaktifkan response fight or flight. Di jaman purba, di mana manusia harus berjuang di tengah-tengah alam liar bersama dengan hewan yang lebih cepat, lebih kuat, dan lebih banyak, mekanisme ini sangat bermanfaat dalam kelangsungan hidup. Di jaman modern, amygdala kita tetap memproduksi respons rasa takut ini setiap saat kita memasuki suatu situasi yang tidak normal kita masuki, seperti misalnya ketika kita melalui jalan gelap, atau ketika kita pertama kali harus berbicara di depan umum. Dan tentunya, rasa takut ini adalah suatu hal yang pasti biasa kita temukan ketika kita dihadapkan oleh business maupun  personal  change.

 

Mengabaikan rasa takut memberikan dampak negatif ke dalam proses perubahan kita. Kita mungkin cenderung menjadi lebih kurang berhati-hati dalam mengambil keputusan, dan tidak melihat data dan fakta lengkap secara saksama sebelum bergerak. Memendam rasa takut kita (sebagai usaha "mengalahkan" rasa takut), akan membuat kita secara bawah sadar perlahan-lahan melakukan self sabotage dari apa yang kita jalani, karena rasa takut yang terpendam menghasilkan rasa kurang percaya diri, dan biasa berubah menjadi bentuk anxiety  atau stress, yang biasanya berujung pada tindakan yang tidak kondusif terhadap usaha perubahan yang kita tuju.

 

Oleh karena itu, kami menyarankan tiga hal dalam menghadapi rasa takut, khususnya terhadap business dan personal change:

 

  1. Tentukan objektif yang tepat terhadap apa yang kita butuhkan. Gunakan data dan fakta dalam mencapai keputusan ini. Pastikan kita pahami kondisi internal (kemampuan, kapasitas, operasional dan finansial) dan external (kompetisi, kondisi pasar, kondisi ekonomi).
  2. Jabarkan objektif ini menjadi serangkaian pertanyaan-pertanyaan sederhana yang lebih mudah dijawab dan direncanakan. Dengan melakukan aktifitas ini, kita menghindari amygdala kita untuk mendeteksi adanya situasi tidak normal dalam bentuk perubahan besar, dan pada saat yang bersamaan, menghidupkan bagian otak kita yang lain (cortex) untuk bekerja berpikir menghasilkan rangkaian pertanyaan yang berhubungan dengan objektif akhir. Dengan bekerjanya cortex, maka amygdala akan beristirahat.
  3. Act simple: Lakukan perubahan secara terstruktur melalui aktifitas-aktifitas terukur dan sederhana. Kesuksesan dalam melakukan aktifitas ini akan memberikan goresan positif pada pikiran kita, sehingga tanpa disadari kita akan lebih berani maju lebih jauh menuju objektif utama perubahan kita.

 

Tiga hal ini sejalan dengan spirit Kaizen, yaitu memikirkan dan melakukan perubahan-perubahan sederhana dan mudah diterima manusia, dilakukan secara konsisten setiap saat, sehingga pada akhirnya menghasilkan dampak yang signifikan.

 

Jadi tunggu apa lagi, mari kita memulai langkah perubahan untuk menyambut masa depan yang lebih baik, beradaptasi dengan kemajuan teknologi dan perubahan sosial finansial yang sedang terjadi. Perlahan tetapi pasti.